Sewaktu kecil kita selalu dididik oleh orang tua untuk menjadi anak yang rajin dan pintar di sekolah. Untuk mendapatkan nilai-nilai yang bagus. Sekolah pun disekolahan yang bagus. Yang banyak tambahan pelajarannya. Masih pula ditambah les setelah pulang sekolah.
Semua itu agar si anak kelak menjadi seorang yang sukses. Dalam artian mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang besar. Dengan tunjangan macam-macam. Termasuk juga tunjangan kesehatan dan tunjangan hari tua (uang pensiunan).
Dan memang setelah dewasa, saya melihat banyak orang yang tertarik bekerja di perusahaan besar supaya mendapatkan jaminan/tunjangan kesehatan yang bagus. Supaya kesehatan mereka terjamin dan tidak was-was jika sewaktu-waktu terjadi apa-apa dengan mereka.
Semua itu agar si anak kelak menjadi seorang yang sukses. Dalam artian mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang besar. Dengan tunjangan macam-macam. Termasuk juga tunjangan kesehatan dan tunjangan hari tua (uang pensiunan).
Dan memang setelah dewasa, saya melihat banyak orang yang tertarik bekerja di perusahaan besar supaya mendapatkan jaminan/tunjangan kesehatan yang bagus. Supaya kesehatan mereka terjamin dan tidak was-was jika sewaktu-waktu terjadi apa-apa dengan mereka.
Hal ini juga lah yang membuat orang tidak mau berwiraswasta. Atau sudah berwiraswasta tapi tetap bekerja di perusahaan besar. Karena mereka tidak mau kehilangan jaminan kesehatan yang membuat mereka nyaman.
Jadi memang Tunjangan Kesehatan menjadi jurus ampuh nan jitu yang menjadi senjata perusahaan besar untuk membuat betah karyawannya. Mereka dengan jitu dapat melihat betapa manusia sangat menyenangi yang namanya keterjaminan dan sangat tidak menyukai resiko. Hehe.
Padahal, sebenarnya, tanpa bekerja di perusahaan besar pun, kita bisa lho mendapatkan "tunjangan" kesehatan. - Lho, kok bisa begitu yah?- Bisa, karena walaupun tunjangan kesehatan itu menjadi kewajiban perusahaan, sebenarnya, karyawan itu sendirilah yang membayar pihak asuransi kesehatan dengan sebagian gaji mereka. -Ah, ga mungkin lah kaya gitu, di slip gaji saya ga ada kok.- Ya perusahaan memang tidak
memasukkan itu sebagai gaji yang terus dipotong. Jadi misalnya anggaran perusaan per karyawan adalah Rp 2.200.000,-. Premi asuransi per karyawan Rp 200.000,-. Maka (anggap tidak ada tunjangan yang lain-lain yah) di slip gaji akan tercetak gaji anda Rp 2.000.000,- tanpa ada potongan.
Mari kita lihat pengaturan perusahaan dengan fasilitas kesehatannya.
Jadi memang Tunjangan Kesehatan menjadi jurus ampuh nan jitu yang menjadi senjata perusahaan besar untuk membuat betah karyawannya. Mereka dengan jitu dapat melihat betapa manusia sangat menyenangi yang namanya keterjaminan dan sangat tidak menyukai resiko. Hehe.
Padahal, sebenarnya, tanpa bekerja di perusahaan besar pun, kita bisa lho mendapatkan "tunjangan" kesehatan. - Lho, kok bisa begitu yah?- Bisa, karena walaupun tunjangan kesehatan itu menjadi kewajiban perusahaan, sebenarnya, karyawan itu sendirilah yang membayar pihak asuransi kesehatan dengan sebagian gaji mereka. -Ah, ga mungkin lah kaya gitu, di slip gaji saya ga ada kok.- Ya perusahaan memang tidak
memasukkan itu sebagai gaji yang terus dipotong. Jadi misalnya anggaran perusaan per karyawan adalah Rp 2.200.000,-. Premi asuransi per karyawan Rp 200.000,-. Maka (anggap tidak ada tunjangan yang lain-lain yah) di slip gaji akan tercetak gaji anda Rp 2.000.000,- tanpa ada potongan.
Mari kita lihat pengaturan perusahaan dengan fasilitas kesehatannya.
# Jaminan Uang Kesehatan (Rawat Jalan)
Jaminan uang kesehatan ini diberikan jika karyawan ataupun keluarga inti karyawan sakit, dan bersifat rawat jalan. Nilai nominal bervariasi tergantung perusahaannya tetapi rata-rata adalah 2x gaji pokok / tahun. Jadi, misalnya karyawan memiliki gaji Rp. 2.000.000,- / bulan, maka perusahaan akan menanggung biaya kesehatan rawat jalan sampai Rp. 4.000.000 / tahun.
# Jaminan Rumah Sakit (Rawat Inap)
Jaminan rumah sakit adalah jaminan yang diberikan perusahaan pada karyawan dan keluarga jika harus dirawat dan harus menginap di rumah sakit. Nilainya biasanya ditentukan berdasarkan kelasnya. Misal bisa
menggunakan kelas 1 atau nilai kamar max Rp. 500.000 / hari.
# Jaminan Tambahan
Biasanya perusahaan juga memiliki jaminan tambahan lain, seperti misalnya penggantian kaca mata.
Dari penjabaran diatas, mestinya kita bisa mengatur sendiri "tunjangan" kesehatan untuk kita. NIlainya pun bisa kita atur sesuai dengan kebutuhan kita.
Pada dasarnya Tunjangan Kesehatan bisa kita anggap sebagai dana darurat yang bisa kita pakai sewaktu-waktu. Jadi misalkan kita atau anak sakit, dana tersebut bisa kita gunakan untuk berobat tanpa mengganggu cash flow keuangan keluarga. Namun, dana darurat ini sebisa mungkin memenuhi syarat-syarat berikut :
- Harus dalam bentuk yang mudah diambil. Bisa cash atau pun bisa dalam bentuk tabungan yang memiliki kartu ATM (usahakan menggunakan rekening bank yang mempunyai banyak mesin ATM).
- Jika dananya berbentuk rekening tabungan, maka rekening ini harus terpisah dengan keperluan yang lain. Jadi dana darurat harus disimpan di rekening yang diperuntukkan khusus untuk itu. Tidak dicampur dengan dana untuk kebutuhan sehari-hari ataupun bisnis.
- Jumlah minimal yang tersimpan usahakan sebesar 5x dari rata-rata pengeluaran bulanan. Misalkan rata-rata pengeluaran per bulan Rp 1.000.000,-, maka minimal kita menyimpan dana darurat sebesar Rp 5.000.000,-
- Jumlah ini sebenarnya tidak mutlak harus 5x. Tapi bisa diatur kembali sesuai dengan pertimbangan kita.
- Lebih baik lagi jika setiap bulan kita menambah jumlah rekening dana darurat misalnya 5% dari rata-rata pengeluaran bulanan.
- Usahakan setiap tahun untuk meninjau kembali kelayakan jumlah dana darurat yang kita simpan. Dengan menimbang tingkat kenaikan biaya berobat dan lain-lain.
Memang benar dana darurat kita terbatas, tapi bukankan tunjangan kesehatan yang diberikan perusahaan juga terbatas juga?? ^^
Jadi jangan terlalu memusingkan masalah jaminan kesehatan. Kita bisa kok menyediakannya sendiri buat kita.
No comments:
Post a Comment